Aku dan Dirinya
Fariz. Seorang kakak kelas yang mampu membuatku berfikir
tidak ada yang menarik melainkan dia. Warna hitam dibola matanya adalah hitam
paling sempurna yang pernah ku lihat. Hidungnya yang mancung. Badannya yang
tegap setegap hatinya yang tampak sekokoh batu karang. Dan bibir yang
sesempurna senyumannya. Senyum yang jarang ia umbar ke orang lain. Saat ia
tersenyum kepadaku, seakan-akan aku merasakan aliran darahku mengalir lebih
cepat dari dalam jantung hingga ke ujung jari-jariku. Mengalirkan nafas-nafas
penih kebahagiaan. Dimataku ia dapat mencuri perhatianku. Rasa kagum selalu
muncul dihati ketika aku memandanginya. Kesempurnaanya, timbul entah dari mana
dari dalam hati ini. Dan itu lah sosok Fariz dimataku.
Dahulu, Fariz adalah kakak kelasku di waktu SMP. Pada saat
SMP tidak ada perasaan apapun yang timbul kepadanya. Entah mengapa ketika aku
lulus dan masuk sekolah yang sama dengan Fariz, ketika melihat wajahnya hatiku
langsung berdetak cepat. Hati kecilku berkata bahwa Fariz yang dulu dan
sekarang itu jauh berbeda. Sekarang ia lebih tampan, manis, memiliki badan yang
tegap, dan lain sebagainya. And he’s amazing !.
Waktu istirahat adalah saat terindah bagiku untuk
memandanginya. Hari demi hari ku lewati. Tidak terasa sekarang aku sudah
menduduki bangku kelas 11 dan Fariz kelas 12, yang sebentar lagi ia akan
menghadapi ujian nasional dan lulus dari SMA . dan itu artinya aku sudah tidak
bisa memandangi Fariz lagi, walaupun bisa itupun hanya sebentar apabila ia
mengunjungi sekolah. Hari demi hari rasa suka ku kepadanya semakin besar, namun
aku tidak mengetahui apakah ia juga menyukai ku? Aku tidak mau terlalu berharap
darinya, aku takut jika aku terlalu berharap ia akan menghilang, selamanya.
Aku melihat sosok yang aku kenali berjalan tepat didepanku.
Fariz. Dengan jalan dipercepat akhirnya jarak dengan Fariz cukup dekat. Langkah
kaki terhenti. Aku terkejut. Tiba-tiba Fariz membalikkan badan dan menghadap
tepat didepanku.
Ia diam
sejenak, lalu ia menanyakan siapa namaku, dimana tempat tinggalku, sekarang aku
kelas berapa, dan percakapan terkahirnya “Billa, pas bel pulang kamu tunggu
kakak di gerbang. Inget ya dek!”.
Bel istirahat berbunyi. Vika teman sebangkuku mengajakku ke
kantin. “Bill, kita ke kantin yuk! Lapar nih”. (sambil menepuk pundakku).
“Bill, kok diam aja sih? Ayo Bill keburu bel masuk bunyi nih!!”. Aku pun
tersadar dari lamunanku setelah Vika menjentikkan jari di depan wajahku. Aku
dan Vika berjalan menuju kantin. Pada saat sedang makan, tatapanku terkunci
oleh tatapan dari seberang sana. Fariz. Ia melihatku dengan tatapan datar,
tanpa senyum maupun emosi. Selama beberapa saat aku bertatapan dengannya, namun
tatapan itu terhenti oleh kejutan Vika yang telah menepuk pundakku agar aku
segera memasukkan makanan yang aku pegang ke mulut. Aku pun melanjutkan makan
yang tadi sempat terhenti oleh tatapan Fariz. Selesai makan, aku dan Vita
bergegas menuju kelas sebelum bel berbunyi. Sesampainya di kelas aku
menceritakan semua kejadian yang aku alami sejak pagi sampai kejadian di kantin
tadi. Lantas Vika hanya tertawa seperti biasa dan berkata: “kayaknya dia suka
sama lu deh Bill. Ciyeee!! Udah terima aja lagian Fariz itu ganteng, keren,
jago basket lagi. Cewek mana sih yang enggak tertarik dengan Fariz?! Gue aja
sampe suka lho sama dia! Hehe, gue bercanda kok Bill”. “haaahhh?!! Aduh lu kok
ngaco sih Vit. Udahlah enggak usah ngaco gitu deh!!”. “iya iya maaf deh Bill”.
Vita menjawab dengan tatapan sedikit sedih.
Akhirnya bel pulang sekolah berbunyi. Dengan cepat aku
memberitahu Vita karena hari ini aku tidak bisa pulang bareng dengannya. Dan
Vita membolehkanku. Aku berjalan melewati lorong kelas menuju gerbang untuk
menemui Fariz. dari kejauhan aku sudah dapat melihat sosok Fariz yang sedang
duduk dimotor ninja hitam. Dengan langkah dipercepat aku menghampirinya. Ia
langsung menyuruhku untuk duduk dibelakangnya. Aku mengikuti perintahnya. Aku
terkejut. Aku kira ia akan mengantarkan aku pulang, ternyata ia memberhentikan
motornya disebuah taman yang indah dan bersih. Hati kecilku berkata bahwa taman
yang kali ini sangat indah. Baru kali ini aku diajak oleh seorang cowok yang
aku kagumi ke sebuah taman yang sangat romantis sekali. Di taman, aku
berbincang-bincang dengannya. “rasanya kalau gue ke taman ini, hati gue ngerasa
tenang, damai”.
Ia memulai
percakapan. “kenapa bisa begitu?”. Tanyaku heran. “soalnya ini adalah taman
favorit gue diantara semua taman yang pernah gue kunjungi jadi gue ngerasa
tenang disini. Menurut lu gimana taman ini?”. Aku memandangi sekeliling taman.
“hey dek! Kok diajak ngobrol malah diam begitu aja sih? Lo gak seneng sama
tempat ini?”. Ucapnya dengan nada kesal. “ha? Maaf kak maaf. Seneng kok kak”.
Ucapku dengan terbata-bata. “yaudah jawab pertanyaan gue tadi dong! Gimana
taman ini menurut lu?!”. Tanyanya dengan nada masih kesal. “aku suka kok kak.
Taman ini adalah taman terindah yang pernah aku kunjungi kak”. “bagus deh kalau
lo suka sama taman ini. Jadi gue gak sia-sia ngajak lo kesini”. Ucapnya sambil
tersenyum kepadaku. Huh, untung saja aku dapat langsung segera menjawab
pertanyaan Fariz. Hampir saja aku membuatnya marah.
Aku dan Fariz sedang melihat keadaan disekitar taman. Tidak
terasa sudah pukul 5 sore, dan aku pun izin untuk pulang duluan, aku takut mama
marah kepadaku karena aku belum meminta izin untuk pulang telat. “kak, aku
pulang duluan ya. Sekarang udah jam 5. Aku takut mama nyariin aku”. Ucapku
sambil bangkit dari kursi taman. Dengan cepat Fariz menarik lenganku dan
berkata “lo biar gue antar pulang. Sebentar lagi matahari terbenam. Gak baik
anak cewek pulang sendiri jam segini!”. Tanpa basa-basi Fariz menarikku ke arah
parkiran motornya. Fariz menaiki motornya. Lalu ia menyuruhku untuk menaiki
motornya, dan berkata “bill, lo pegangan ya! Gue mau ngebut. Gue gak mau sampe
lo kenapa-kenapa”. “iya kak”. Jawabku. Antara ketakutan dan senang aku dapat
memeluknya dari belakang. Rasanya hal ini tidak ingin cepat berlalu begitu
saja, dan semoga peristiwa ini bukan untuk yang terakhir.
Tidak terasa akhirnya aku sampai di depan rumah. Aku
mengajak Fariz untuk masuk ke dalam. Aku membunyikan bel. Mama keluar dari
dalam. “Billa, kok kamu jam segini baru pulang? Kamu kemana aja Billa?”. Tanya
mama dengan cemas. Dengan langkah cepat Fariz menghampiri mama, lalu mencium
tangan mama dan menjawab pertanyaan mama yang ditunjukkan untukku. “halo tante,
selamat sore. Saya Fariz kakak kelasnya Billa. Maaf tante Billanya pulang
telat. Tadi Billa saya ajak ke taman. Sekali lagi saya minta maaf ya tan.” Ucap
Fariz dengan sopan. “oh begitu. Iya gapapa kok dek.
Ayo masuk,
nanti tante siapin teh hangat untuk kalian berdua”. “Billa ajak temannya
masuk”. Mama melanjutkan pembicaraan. “kak, ayo masuk”. Ucapku. “iya dek”. Di
dalam aku,Fariz dan mama meminum secangkir teh hangat. Setelah puas
berbincang-bincang Fariz izin untuk pulang kepada mama, karena waktu sudah
cukup malam.
Ke esokan harinya, pada saat aku ingin memasuki ruangan
kelas, Vita menghampiriku dan berkata, “Bill, tadi Fariz kesini. Ia nyariin lu
tuh! Terus ia minta nomor lu ke gue.
Yaudah gue kasih aja, abis gue gak enak kalau
gak ngasih ke dia. Maaf ya Bill, gak marah kan?”. “ha?! Fariz tadi kesini?
Serius lu Vit? Kapan kesininya?” tanyaku.
“gue serius Bill, ngapain gue bohong sama lu. Kurang lebih 5 menit yang
lalu Bill”. Jawabnya. “ada apa ya? Kayaknya gue gak punya salah apa-apa deh ke
dia”. “gue juga gatau Bill. Dia kesini Cuma buat minta nomor lu ke gue doing”.
Bel istirahat berbunyi. Aku memutuskan untuk berdiam diri di dalam kelas.
Tiba-tiba handphone ku bergetar. Pada saat aku lihat, ternyata ada sms tetapi
tidak ada nama yang tercantum pada layar. Pada saat aku membuka pesan tersebut,
aku terkejut ternyata itu pesan dari Fariz dengan berisi:
Eh, billa! Kemana lo? Gak masuk? Tumben sampe sekarang gue belum melihat lo.
Fariz
Sms yang
singkat, namun sangat berguna untukku. Oh Tuhan, apakah itu Fariz yang kemarin
mengajakku ke taman? Detak jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku
pun membalas pesan dari Fariz.
Ini kak Fariz yang kemarin mengantar
aku pulang? Aku masuk kak, lagi di kelas kak. Aku malas ke kantin, hehe
Aku menunggu
balasan dari Fariz. setelah beberapa saat, handphone ku bergetar lagi. Aku pun
membaca pesan dari Fariz.
Ya ialah! Gue kira lo gak masuk. Oke deh!
Ternyata itu
beneran Fariz. Aku sangat senang karena mendapatkan sms dari cowok yang aku
kagumi. Aku menaruh kembali handphone ke dalam tas.
Setelah
menaruh handphone di dalam tas, di depan pintu kelas aku melihat sosok Fariz yang
sedang berjalan mendekat ke arahku. Ia duduk di sebelahku. Karena tidak
percaya, aku mencubit tanganku. “argh!!” teriakku. “lo ngapain nyubit diri lo
sendiri? Kurang kerjaan banget!” ucapnya sambil tertawa melihat tingkah laku ku
yang aneh tadi. “ng..gapapa iseng aja,hehe” ucapku dengan terbata. “kenapa gak
ke kantin? Gak ada uang? Oiya nih gue bawain makanan buat lo.
Lumayan buat
ganjel-ganjel perut” ucapnya sambil mengeluarkan makanan dari plastic yang ia
bawa. “siapa yang gak ada uang. Kan tadi aku bilang, kalau lagi malas ke kantin
“ ucapku dengan sedikit jengkel. “baru dibecandain gitu aja udah ngambek. Dasar
cewek!”. Ucapnya sambil sedikit tertawa. “apa sih kak, aku gak ngambek kok!”
jawabku. “yaudah! Makanan dari gue tadi lo makan gih. Buat ganjel perut lo biar
nanti pas ngelanjutin pelajaran perut lo gak menjerit kelaparan” ucapnya. “iya
kak iya aku makan. Makasih ya kak. Kakak mau?”. “buat lo aja. Tadi gue udah
makan” ucapnya sambil tersenyum padaku.
Beberapa bulan telah ku lewati
bersamanya. Aku dan Fariz sekarang semakin akrab dan saling mengenal satu sama
lain. Bahkan perasaanku dengannya sudah semakin bertambah. Ingin sekali rasanya
mengungkapkan perasaanku kepadanya tapi aku lebih baik diam dan menunggu
keajaiban yang akan datang.
Telah tiba saatnya kelulusan kelas 12.
Aku sangat senang karena Fariz dapat lulus dengan hasil yang memuaskan. Namun
dibalik rasa senang ini tersimpan rasa sedih yang cukup mendalam. Tidak ada
lagi yang pada waktu istirahat berkunjung kelasku, mengantar aku pulang,
mengajakku ke taman, dan masih banyak lagi.
Pembagian rapotpun tiba. Aku berjalan
keluar kelas. Dari kejauhan aku melihat sosok lelaki yang memakai kemeja putih
yang datang menghampiriku. Sosok lelaki itu semakin dekat. Aku mulai
mengenalinya. Ia Fariz. Ia datang untuk melihatku. Dengan gaya nya ia berdiri
disebelahku. “gimana rapotnya?” Tanya nya. “rapotku bagus kok kak” jawabku.
“selamat ya Bill! Kakak seneng deh dengernya, jadi gak sia-sia kakak datang ke
sekolah” ucapnya dengan penuh senyuman diwajahnya. “iya makasih banyak ya kak”
jawabku dengan sedikit sedih.
“kamu kenapa dari tadi kakak ajak ngomong
malah diam aja? Ada masalah ya Bill? Cerita dong!” tanyanya dengan penasaran.
“ngga ada apa-apa kok kak” jawabku lemas. “yakin ngga ada apa-apa? Tapi kok
murung gitu sih?”. “aku ngga kenapa-kenapa kok kak”. “yaudah kaka kantar pulang
ya. Kamu udah selesai kan?”. “sudah kak”. “yaudah yuk”. Fariz menggandeng
tanganku sampai menuju tempat parkir. Aku hanya bisa terdiam lemas. Ingin
rasanya untuk mengatakan hal yang sebenarnya kepadanya, namun entah kapan waktu
yang tepat. Sampai saat ini aku masih harus menyimpan rasa yang kurang enak itu
sendiri.
Aku menceritakan semua tentang Fariz,
dari pertama ia menyapaku sampai ia telah lulus dari SMA. Saat bercerita air
mataku tidak berhenti mengaliri wajahku. Lagi dan lagi air mata itu turun, aku
tidak dapat menahannya. Mama memberi saran yang sangat baik untukku. Selesai
bercerita aku masuk ke kamar untuk beristirahat sejenak dan untuk menghilangkan
bekas nangis yang masih sangat melekat diwajahku.
Liburan sekolah tiba. Aku memutuskan
untuk berdiam diri di kamar. Tadinya aku ingin jalan dengan Vita, namun aku
menolak ajakan dari Vita. Tiba-tiba mama mengetuk kamarku. Mama membuka pintu
kamarku. “Bill, itu di ruang tamu ada temanmu”. “siapa ma?” tanyaku dengan
bingung. “Fariz. Ayo cepat keluar! Jangan lupa ganti baju. Kelihatannya Fariz
ingin mengajak kamu jalan”. “hah? Fariz ma?! Oke ma”. Jawabku dengan semangat.
Dengan cepat, aku segera mengganti pakaian. Aku putuskan untuk memakai dress putih
dan menggunakan high heels. Agar terlihat serasi dengannya. Aku berjalan keluar
kamar menuju ruang tamu. Fariz sedang duduk disana. Aku menghampirinya. Aku
duduk disampingnya. “hey Bill! Kamu cantik banget mengenakan dress ini. Pantes
banget Bill” ucapnya dengan penuh senyuman. Senyuman yang selalu membuatku
terpesona. “hehe.. makasih kak. Kakak juga ganteng banget lho memakai kemeja
putih. Ngga seperti biasanya kak” jawabku dengan malu-malu.
“makasih dek.
Ha? Masa sih? Berarti kakak biasanya jelek dong?”. “maksud aku bukan begitu
kak. Sekarang kakak terlihat lebih rapi”. “oh haha kirain” jawabnya. “kak,
kakak mau mengajakku kemana?” tanyaku dengan penasaran. “oiya kakak sampai
lupa. Kamu ikut aja. Rahasia deh” jawabnya dengan meledek. “oke deh kak kalau
rahasia”. “yaudah yuk kita berangkat” ajaknya.
Tidak kusangka ia mengajakku ke taman.
Taman yang biasa kita kunjungi sesaat pulang sekolah. Aku dan Fariz berjalan
menuju kursi taman. Fariz memulai pembicaraan. “dek, sebenarnya gue lulus dari
SMA itu sedih banget. Gue gak bisa mandangi orang yang gue sayang, gue gak bisa
jadi pengawal dia lagi” ucapnya. “oh begitu” jawabku dengan datar. Orang yang gue sayang. Siapa orang yang
selama ini menjadi pujaan hatinya Fariz? sesayang itu kah Fariz terhadap
perempuan tersebut sampai-sampai ia sangat sedih. Ucapku dalam hati. “gue takut
perasaan gue berbeda dengan dia. Setiap gue ada didekatnya gue selalu merasa
nyaman” ucapnya. “hemm” jawabku dengan jengkel. “dek, sebentar ya kakak tinggal
dulu. Gue mau kesana dulu” ucapnya sambil berdiri meninggalkanku.
Aku sangat tidak menanggapi perkataan
Fariz tadi. Kenapa sih setiap ia jalan bersamaku, ia selalu membicarakan
perempuan tersebut. Sebenarnya ada hubungan apa ia dengan Fariz. Sampai-sampai
Fariz selalu membicarakannya. Aku terkejut saat seorang perempuan cantik datang
menghampiriku. “kamu Billa ya? Ikut aku ke sana ya” ucap perempuan itu dengan
memegang tanganku. “iya saya Billa. Ada apa?” tanyaku dengan heran.
Pertanyaanku tidak ditanggapi oleh perempuan tersebut. Aku hanya mengikuti
perempuan itu dari belakang. Perempuan tersebut masuk ke dalam sebuah toko kue.
Toko yang besar, tersusun rapi, memiliki kue yang bagus. Di dalam toko, aku
melihat-lihat hasil kue yang telah dipajang, sangat menakjubkan!. Perempuan itu
mengajakku ke kasir lalu ia menitipkan blueberry cheese cake kepadaku. Katanya
aku harus menjaga kue itu, agar kue nya tidak hancur. Dan aku pun tidak boleh
melihat hiasan apa yang ada didalam kotak kue. Aku pun mengitu perintah
perempuan tersebut. Namun aku masih sangat bingung kenapa perempuan itu
mempercayaiku, padahal aku belum mengenalnya. Aku kembali menuju kursi taman.
Duduk diam sendirian. Fariz belum juga
kembali. Sangat membosankan. Aku benci hal ini.
Tidak lama kemudian Fariz datang
menghampiriku. Ia menutup kedua mataku dengan telapak tangannya dari belakang.
Aku sangat terkejut. Akhirnya ia membuka kembali kedua mataku. “dari tadi
disini aja? Ngga jalan-jalan?” tanyanya. “ngga kak. Tadi ada perempuan yang menyuruhku
ke toko kue lalu ia menitipkan kotak kue nya kepadaku kak.
Perempuan itu
menyuruhku untuk menjaga kue tersebut” jawabku. “oh. Yaudah kamu jaga tuh
kuenya baik-baik ya. Amanat harus dijalani dengan benar ya dek” jawabnya. “iya
kak, pastinya” ucapku.
“hmm, Bill kakak mau ngomong” ucapnya
sambil duduk ditanah berhadapan denganku dengan memegang kedua tanganku. Aku
terkejut. Orang-orang melihat ke arahku. Ku rasa pipiku sudah merah merona.
“iya kak. Kakak mau ngomong apa?” jawabku dengan malu. “kamu ambil deh kue yang
tadi dititipkan oleh perempuan itu ke kamu!” perintahnya sambil berdiri. “ini
kak kuenya”. “kamu buka deh kuenya!” perintahnya. “aku buka kak? Tadi kata
perempuan itu aku tidak boleh membukanya kak” jawabku. “buka aja dek. Gapapa
kok” perintahnya. Aku pun mengikuti perintahnya. Aku sangat terkejut ketika aku
membuka kotak kue itu. Diatas kue tersebut bertuliskan “do you want to be a my girlfriend? I love you Billa”. Apakah yang
ada di tulisan kue tersebut itu adalah benar isi perasaan Fariz selama ini? Oh
Tuhan aku sangat senang, entah apa yanga ada diperasaanku saat ini. “gimana
Bill?” Tanya Fariz. “memangnya kakak kue? Masa gue yang ngutarain perasaannya
sih kak. Nanti aku jadian sama kue dong” jawabku. “yaudah nih kakak ngomong ya
Bill. Billa, kakak suka sama kamu saat pertama kali kakak menegurmu di depan
gerbang. Awalnya kakak ngga percaya sama cinta pandangan pertama, namun
sekarang kakak sangat percaya. Kakak sayang sama kamu Bill, kakak ingin lebih
bisa menjaga kamu walaupun kakak sudah lulus. Kakak ingin menjadi pelindung
buat kamu. Kamu mau menjadi pacar kakak?” ucapnya. “kenapa bisa sama ya kak.
Aku juga seperti itu kak. Aku juga sayang sama kakak” jawabku. “jadi kamu sudah
menerima kakak?”tanyanya dengan penasaran. “iya kak” jawabku dengan penuh
senyuman. Fariz memelukku dengan erat dengan berkata, “Bill, aku harap kita
dapat bersama selamanya. Sampai ajal yang dapat memisahkan kita. Aku sayang
kamu”. “aku juga berharap seperti itu. Aku juga menyayangimu”.
Beberapa tahun kemudian, aku dan Fariz
telah bersatu. Hanya ajal yang dapat memisahkan aku dan dirinya. Kami pun hidup
bahagia, sekarang dan selamanya.